Portal Berita Online INTAI LAMPUNG - Membangun Bangsa Lebih Baik

Lampung Barat, Intailampung.com – Praktisi hukum menilai kebijakan Bupati Lampung Barat (Lambar) Parosil Mabsus akhir-akhir ini dapat menjadi bahan lelucon bagi pihak-pihak lain. Hal itu disampaikan Robert Ariesta, SH., salah satu praktisi hukum di Lampung Barat kepada media ini via seluler, Jum’at (21/1).

Robert mengatakan, beberapa keputusan strategis yang diambil Bupati beberapa waktu ini, seperti pelantikan Dirut PDAM, pencopotan Sekda, hingga pencopotan lima pejabat eselon II, menimbulkan kontroversi hingga membuat kegaduhan.

Robert Ariesta, SH., salah satu praktisi hukum di Lampung Barat kepada media ini via seluler, Jum’at (21/1).

“Saya khawatir Pemkab Lambar menjadi bahan lelucon pemerintah lain khususnya di provinsi Lampung. Kok bisa, Kok begini, Kok begitu?. Apalagi ini tahun terakhir masa jabatan kepala daerah. Jangan sampai nanti justru meninggalkan kesan yang kurang sedap yang pada akhirnya merugikan pemerintah itu sendiri,” ujar Robert.

Komplek Pemerintah Kabupaten Lampung Barat

Seperti halnya lima pejabat eselon II yang dimutasi dengan alasan telah masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) hingga melayangkan surat ke DPRD, Robert menilai keputusan itu sudah tepat, namun dirinya merasa pesimis akan ada perubahan nantinya terhadap keputusan kepala daerah terkait status mereka kembali semula.

“Pesimisme ini bukan tidak berdasar, kita melihat dan berkaca pada beberapa waktu lalu terkait fit and proper test calon dirut PDAM Limau Kunci, dimana lembaga DPRD melayangkan surat kepada pemerintah tapi tidak digubris. Artinya sebuah lembaga sekelas DPRD saja tidak berpengaruh apa-apa dalam keputusan pemerintah apalagi jika hanya sepucuk “surat cinta” dari 5 orang pejabat itu,” jelas Robert yang menjabat Ketua Posbakumadin Liwa ini.

Menurutnya, selama persoalan ini belum ada solusi, maka negara dirugikan dengan tetap membayar gaji kepada lima pejabat nonjob tersebut.

  Pekon Kota Besi Salurkan BLT DD Tahap Pertama

“Pejabat lama masih berhak dalam jabatan sebelumnya, sampai dengan adanya pencabutan SK yang lama. Seharusnya Bupati terbitkan SK baru dengan mencabut SK yang lama, dalam hal ini terjadi dualisme kepemimpinan di Satuan Kerja (Satker). Masing-masing pejabat baik yang lama atau baru mengantongi SK dari Bupati, jadi yang benar yang mana? Ini menjadi rancu dan lucu,” pungkas dia. (Ade/intailampung.com)