KPK mengeksekusi terpidana Asrun dan anaknya, Adriatma Dwi Putra? ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kendari, Sulawesi Tenggara
JAKARTA – Jaksa eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana Asrun dan anaknya, Adriatma Dwi Putra ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kendari, Sulawesi Tenggara.
Asrun merupakan Wali Kota Kendari periode 2007-2012 dan 2012-2017 sekaligus calon gubernur Sulawesi Tenggara dalam Pilkada Serentak 2018. Sedangkan Adriatma Dwi Putra merupakan Wali Kota Kendari periode 2017-2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK Ali Fikri menyatakan, perkara suap atas nama Asrun dan Adriatma Dwi Putra sudah berkuatan hukum tetap. Pasalnya Asrun dan Adriatma serta JPU memutuskan menerima putusan yang sebelumnya dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Karenanya putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan status Asrun dan Adriatma telah menjadi terpidana. Atas dasar itulah maka bapak dan anak tersebut dieksekusi oleh jaksa eksekutor pada KPK guna menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
“Betul Asrun dan Adriatma sudah dieksekusi ke Lapas Kendari hari Rabu, 7 November 2018 pagi. Itu (eksekusi) kewenangan jaksa eksekutor,” ujar Ali kepada SINDOnews, Kamis (8/11) pagi.
Ali Fikri merupakan Ketua JPU yang menangani perkara atas nama Asrun dan Adriatma. Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Asrun dan Adriatma dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan, pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan, dan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun setelah masing-masing selesai menjalani pidana pokok.
Majelis hakim yang diketuai Hariono menilai, Asrun selaku Wali Kota Kendari 2012-2017 sekaligus calon gubernur Sulawesi Tenggara dalam Pilkada Serentak 2018 dan Adriatma Dwi Putra selaku Wali Kota Kendari periode 2017-2022 bersama Fatmawaty Faqih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap dengan total Rp6,8 miliar. Suap diterima secara berlanjut dari terpidana pemberi suap Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah (divonis 2 tahun penjara).
Sumber: SINDONEWS