Bandar Lampung, Intailampung.com-Akhirnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Lampung telah menindaklanjuti pengondisian lelang proyek senilai Rp22 Milyar pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung diduga sarat dengan Korupsi kolusi dan Nepotisme (KKN). proses lelang proyek Peningkatan Jalan Mayor Jendral Ryacudu Bandar Lampung (Ling. 012.11.K) di Kota Bandar Lampung, yang dibiayai APBD tahun 2020 senilai RP22 milyar. Sikap Diam-diam KPPU ini patut diapersiasi yang memantau dugaan pengondisian proyek yang ada di BMBK Provinsi Lampung.
“Kita sudah terima laporan soal pengondisian itu (proses lelang proyek Peningkatan Jalan Mayor Jendral Ryacudu) terkait dengan pelelangan yang disebutkan tadi memang sudah ada laporan yang masuk dan laporan itu langsung ditindaklanjuti sesuai prosedur penanganan pelaporan di KPPU dan sudah diproses berdasarkan prosedur,” kata Kepala Kantor Wilayah II KPPU Wahyu Bekti Anggoro, Jumat (3/7/2020)
Menurut Wahyu, persoalan tersebut saat ini pihaknya sudah action, dan sedang berjalan penanganannya. Hal itu setelah menerima laporan pengaduan itu.
“Karena setiap laporan yan masuk ke KPPU pasti ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku. Karena sudah laporan jadi kita akan atensi,” kata Wahyu.
Kata dia, KKPU dalam pedoman pasal 22 tentang larangan persekongkolan dalam tender, salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999.
“Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalan transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas dan proses penilaian, dan non-diskriminatif,” terang Wahyu
“Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 5/1999 juga mengatur tentang larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana digariskan pada Pasal 22. Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan- kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis,” tambah dia.
Dijelaskan, sesuai Pasal 47 UU No. 5/1999, KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal 22, berupa pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (pasal 47 ayat (2) butir c); dan/atau 1. Dan penetapan pembayaran ganti rugi ( pasal 47 ayat (2) butir f); dan/ atau pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) (pasal 47 ayat (2) butir g).
“Terhadap pelanggaran pasal 22 juga dapat dikenakan hukuman pidana pokok sebagaimana diatur dalam pasal 48 UU No. 5/1999 berupa pidana denda serendah-rendahnya Rp 5 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya lima bulan, pasal 48 ayat 2,” urai Wahyu.
Lalu, pidana denda serendah-rendahnya Rp 1 miliar dan setinggi-tingginya Rp. 5 miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama- lamanya tiga bulan (pasal 48 ayat (3)), dalam hal pelaku usaha dan/atau menolak menyerahkan alat bukti yang diperlukan.
Selanjutnya, dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan atau menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan (2).
“Terhadap pidana pokok tersebut, juga dapat dijatuhkan pidana tambahan terhadap pelanggaran pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No. 5/1999 berupa pencabutan izin usaha, atau larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun, atau 2. 3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain,” demikian kata Wahyu.
Hingga berita ini diturunkan pihak Dinas Bina Marga dan Bina Kontruksi (BMBK) dalam tahap konfirmasi Kepala Dinas Mulyadi, Sekretaris Nurbuana dan Kepala Bidang Perencanaan Taufik. Pasalnya saat dihubungi redaksi Intailampung.com melalui pesan WhatsApp belum ada jawaban.
Sebelumnya satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Freedom Ichwan menyorot Lelang proyek senilai Rp22 Milyar pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung diduga sarat dengan Korupsi kolusi dan Nepotisme (KKN). Modusnya proyek dijual dengan ‘dil-dilan’ fee uang setoran dengan nominal persentase disesuaikan dengan nilai pagu proyek. Demikian disampaikan Ketua .
Untuk itu pihaknya meminta pihak hukum seperti Kejaksaan, Badan Pemeriksaan Keyangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan LKPP Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan langkah kongkrit, untuk menyelamatkan uang rakyat yang jumlahnya milyaran hilang begitu saja. (Bom)