Siswa SMAN 1 Tebas Tuntut Transparansi Dana Bos dan Komite, Stepanus : Siswa Minta Ekskul Dianggarkan Tiadakan PR

Lampung Tengah, INTAILAMPUNG.COM – Demo ratusan siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Terbanggibesar (Tebas), Senin (30/09/2019) dibenarkan kepala sekolah setempat Wasisto Stepanus.

Kepada media ini, Stepanus menerangkan, penyampaian aspirasi siswanya itu terkait proses penganggaran ekstrakurikuler paskibra.

“Sebelumnya para siswa yang tergabung dalam ekskul paskibra, mengajukan anggaran kepada sekolah untuk kegiatan mereka, melalui wakil kepala sekolah. Lalu diajak wakil kepala sekolah urun rembuk. Tapi yang terjadi justru miss komunikasi. Dan mereka berasumsi jika pengajuannya tidak diakomodir. Kalau memang seperti itu (tidak diakomodir), tidak mungkin paskibra kami sampai ke tingkat nasional,” kata Stepanus.

Dilanjutkan pria yang pernah menjabat Kepala SMAN 1 Seputih Raman ini, para siswa juga menuntut pihak sekolah dan tenaga pengajar, untuk tidak memberikan pekerjaan rumah (PR).

“Mereka menuntut itu (PR) dihilangkan. Saya tegaskan disini itu tidak bisa! Karena sudah sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku saat ini. Kalau dikurangi porsinya supaya tidak membebani bolehlah,” ucapnya.

Saat disinggung soal informasi jika pihak sekolah tidak transparan dalam pengelolaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan dana Komite sekolah setempat, sehingga memantik reaksi siswa untuk demo, Stepanus menampiknya.

“Saya pada dasarnya setuju saja kalau siswa mau tahu informasi pengelolaan dana BOS. Bahkan saya mempersilahkan perwakilan mereka untuk hadir setiap ada rapat BOS. Tapi tadi pengawas dan perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung melarang hal itu,” ungkapnya.

Stepanus juga enggan mengomentari dugaan adanya kepentingan golongan dibalik demo siswa yang mendadak itu.

“Saya anggap ini koreksi bagi kepemimpinan saya disini, supaya semakin baik lagi kedepannya,” tegas Stepanus.

Dilain kesempatan, Ketua Komite SMAN 1 Terbanggibesar (Tebas), Asep Rakhmadin mengatakan, bahwa aksi demo yang dilakukan para siswa dinilainya ada sumbatan sumbatan informasi yang sehingga siswa itu harus bicara.

  Dua Korban Banjir di Bekri Ditemukan Saat Air Mulai Surut Jasat Terapung

“Gak papa kita kawal keinginan para siswa itu. Karena kan tugas komite ngawal tuntutan-tuntutan. Selaku wakil wali murid, kita harus memahami bahwa sekolah itu ada kendala-kendala juga. Tidak semua proposal kegiatan bisa di acc, kita harus memperhitungkan skala prioritas,” terangnya, saat di konfirmasi via telpon selulernya (Ponsel).

Tapi intinya, kata Asep, saya sepakat, apapun ke siswa kita suport. Tuntutan transparansi kita juga suport mereka. Komite ini kan, dari tahun 2016 gak ngelola anggaran keuangan lagi sudah di serahkan ke sekolah. Tupoksi kita hanya pengawasan atas pengelolaan keuangan.

“Soal transparasi dana Bos dan Komite, kita transparan. Waktu pas acara wali murid kita sampaikan keuangan itu. Jadi gak ada gak transparan,” jelasnya.

Lanjut kata Asep, cuman mungkin maunya anak-anak di umumin, minta di tempel di papan tulis kali ya. Kalau bicara transparan kita transparan. Cuman pengelolaannya harus kita kawal, itu harus kita kawal. Tahu sendiri anak-anak maunya semua kegiatan ekskul harus di cukupi.

Tentu hal ini tidak bisa di akomodir. Karena mereka harus berkaca sekolah menerapkan supsidi silang bagi anak siswa yang tidak mampu. Dan ini kita laporkan setiap tahun ke wali murid.

“Sumbatan-sumbatan aspirasi siswa kan gak semuanya kita acc. Itu mesti dijelaskan ke adek – adek. Dan kebetulan memang tren demo saat ini,” bebernya.

Asep menganggap apa yang dilakukan siswa di sekolah setempat sebagai bentuk penyampaian aspirasi yang santun.

Menurut Asep, penyampaian aspirasi oleh siswa di sekolah setempat merupakan bentuk demokrasi kecil di lingkup pendidikan.

“Kalau aspirasi yang sifatnya wajar, pasti bisa ditampung. Tetapi kalau tidak masuk akal, ya tidak bisa serta merta diakomodir,” ujarnya.

  1.378 Orang Sah Jadi Warga Baru PSHT, Loekman Harapkan Ikut Mendukung Pembangunan Lamteng 

Di contohkannya, fullday school tanpa Pekerjaan Rumah (PR), itu kan gak masuk akal. Fullday tanpa PR untuk apa sekolah kalau gak ada PR nya. Inginya punya ekstrakulikuler (ekskul) tiap hari, itu kan gak bisa. Itu kan ketentuan kurikulum yang telah dibuat Kementerian Pendidikan.

“Mereka beranggapan jika fullday dengan PR membebankan siswa. Siswa ingin jika fullday tanpa PR. Mereka Ingin fullday di ganti ekskul. Gara-gara fullday, ekskul cuma Sabtu-Minggu. Jadi hal-hal seperti ini yang membuat kita binggung, dan tentu tidak bisa kita akomodir,” tuntasnya. (tim/intai).

Baca Juga

LAINNYA